MARKET REVIEW

Weekly Review

As of 2nd March 2017


AUM Mencapai Rp5,26 T, Reksa Dana Ini Pilihan Investasi Likuid & Stabil

Mandiri Investasi Pasar Uang dapat menjadi produk alternatif dalam menyimpan dana jangka pendek

Dalam berinvestasi reksa dana, salah satu faktor yang bisa menjadi sisi unggul dari sebuah manajer investasi adalah besaran dana kelolaan atau asset under management (AUM). Bagi investor, reksa dana yang memiliki dana kelolaan besar juga menawarkan kelebihan yakni ketersediaan dana untuk segera dicairkan (likuiditas).

Berdasarkan data Bareksa, salah satu produk reksa dana pasar uang yakni Mandiri Investa Pasar Uang, dapat menjadi pilihan alternatif masyarakat dalam menyimpan dana  untuk jangka pendek. Reksa dana kelolaan Mandiri Manajemen Investasi ini tercatat memiliki dana kelolaan mencapai Rp5,26 triliun per akhir Januari 2017, terbesar di antara produk sejenis lainnya.

Dengan dana kelolaan yang sangat besar ini, masyarakat tidak perlu khawatir akan sulit untuk mencairkan dananya kapan saja sekalipun dengan kebutuhan dana yang relatif besar. Sebab, terkadang dalam pengelolaan investasi ini apabila terjadi penarikan dana yang besar dan dana kelolaan yang dimiliki, sang pengelola investasi harus melikuidasi aset yang ada dalam portofolio terlebih dahulu, sehingga akan mempengaruhi kinerja reksa dana tersebut.

Risiko likuiditas itu sangat minim bagi reksa dana pasar uang kelolaan PT Mandiri Manajemen Investasi ini. Oleh karena itu, reksa dana ini sangat cocok bagi investor yang memiliki tujuan keuangan dalam jangka pendek (kurang dari setahun).

Pada laporan kinerja reksa dana (fund fact sheet), reksa dana yang diluncurkan sejak tahun 2004 ini memiliki komposisi aset mayoritas pada obligasi jangka pendek dengan porsi 56,01 persen dari total aset dan sisanya sekitar 43,99 ditempatkan pada deposito.

Apabila melihat tren penurunan suku bunga acuan BI 7 days (reverse) repo rate yang cenderung turun sejak April 2016 lalu di level 5,5 persen hingga menjadi 4,75 persen per Februari 2017, hal ini turut memberikan dampak terhadap menyusutnya kinerja reksa dana pasar uang. Seperti diketahui, imbal hasil dari deposito yang menjadi salah satu aset dasar pengelolaan investasi ikut menurun akibat bunga acuan yang turun.

Data Bareksa menunjukkan return indeks reksa dana pasar uang turun hingga minus 0,59 persen dalam sebulan terakhir ini. Kendati demikian, hal tersebut tak lantas terjadi pada reksa dana Mandiri Investasi pasar uang ini yang justru tetap tumbuh stabil dengan return 0,44 persen di periode yang sama. Lebih jelasnya terlihat pada grafik di bawah ini.

Grafik: Perbandingan Return Mandiri Investa Pasar Uang dengan Benchmark, Periode Satu Bulan

Sumber: bareksa.com

Hal ini terjadi karena pertumbuhan return reksa dana ini juga ditopang oleh pergerakan obligasi yang memiliki proporsi yang lebih besar dibandingkan dengan deposito seperti yang tercantum pada fund fact sheet. Indeks obligasi komposit pada Indonesia Bond Princing Agency (IBPA) tercatat naik 0,93 persen dari 211,74 menjadi 213,70 dalam sebulan terakhir ini.

Apabila dibandingkan dengan deposito atau tabungan, potensi keuntungan (return) yang dihasilkan oleh reksa dana ini cukup menarik. Dalam setahun terakhir, dengan keuntungan bersih tanpa dipotong pajak, reksa dana ini tercatat menghasilkan return 5,95 persen. Hasil ini masih lebih besar dari bunga deposito yang saat ini sekitar 5-6 persen per tahun (belum termasuk dipotong pajak 20 persen).

Selain itu, reksa dana Mandiri Investa Pasar Uang  pun dapat dimulai dengan dana yang sangat terjangkau yakni hanya Rp50.000 saja. Reksa dana ini juga sangat cocok untuk investor pemula yang menginginkan keamanan dalam penyimpanan uangnya, dengan potensi keuntungan masih berada di atas bunga tabungan atau deposito. (hm)

Sourced from Bareksa.com
______________________________________________

Apa Itu Risiko Pasar? Bagaimana Menghadapinya?

Dalam berinvestasi pada aset keuangan seperti reksa dana, risiko ini akan selalu dialami oleh setiap investor

Dalam berinvestasi pada reksa dana, bukan hanya keuntungan saja yang perlu diperhatikan oleh investor, tetapi juga risikonya. Salah satu risiko yang selalu muncul adalah risiko pasar (market risk).

Risko pasar ini adalah risiko fluktuasi atau naik turunnya Nilai Aktiva Bersih (NAB) yang disebabkan oleh perubahan sentimen pasar keuangan (seperti saham dan obligasi) yang menjadi aset dalam pengelolaan portofolio reksa dana. Risiko ini juga sering disebut dengan risiko sistematik (systematic risk) yang berarti risiko ini tidak bisa dihindari dan pasti akan selalu dialami oleh investor.

Perubahan pergerakan aset di pasar keuangan ini banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor. Apalagi pada aset berupa saham atau reksa dana jenis saham yang sangat sensitif terhadap pertumbuhan ekonomi dan kondisi politik di dalam negeri maupun luar negeri (global) yang melakukan kerjasama terhadap negara yang bersangkutan.

Fluktuasi harga atau NAB reksa dana ini cenderung terjadi dalam jangka pendek. Misalnya saja pada Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang menggambarkan pergerakan harian harga saham secara keseluruhan (periode Juni-Desember 2016).

Pada grafik di bawah ini, terlihat terjadi kenaikan IHSG sebesar 0,95 persen ke level 4.882,17 yang menjadi katalis positif pada perdagangan saham tanggal 28 Juni 2016. Pada tanggal tersebut pemerintah mengesahkan undang-undang tax amnesty (pengampunan pajak) yang diharapkan pelaku pasar dapat menambah aliran dana masuk ke pasar keuangan dalam negeri untuk pembangunan infrastruktur.

Grafik: Pergerakan IHSG Periode Juni-Desember 2016

Sumber: Bareksa.com 

Kemudian pada tanggal 09 November 2016, IHSG ditutup melemah hingga anjlok 1,03 persen dalam perdagangan saham satu hari saja akibat sentimen global yakni terpilih Donald Trump sebagai presiden Amerika Serikat. Pelaku pasar menganggap bahwa kemenangan Trump ini dikhawatirkan akan membawa ketidakpastian dalam perkembangan ekonomi secara global.

Grafik: Perbandingan Kinerja Reksa Dana dengan IHSG, Periode Setahun Terakhir

Sumber: Bareksa.com 

Oleh sebab itu, dalam pergerakan harian pergerakan pasar keuangan seperti saham atau reksa dana saham cukup fluktuatif karena adanya sentimen-sentimen. Namun, apabila ditarik dalam jangka waktu yang relatif panjang, IHSG cenderung meningkat misalnya dalam setahun terakhir seperti yang tampak pada grafik di atas. IHSG tercatat meningkat 13,82 persen dan indeks reksa dana saham pun tumbuh 5,32 persen di periode yang sama.

Menghadapi risiko fluktuasi pasar, masyarakat tidak perlu panik dan langsung mencairkan dana investasinya. Sebab, penurunan atau peningkatan aset seperti ini tidak terjadi secara terus-menerus (permanen). Adakalanya harga atau NAB reksa dana akan jatuh lebih dalam atau kembali naik lagi secara signifikan. Kerugian yang terjadi akibat penurunan aset ini hanya sebagai pontesi rugi (potential loss) sepanjang investor tidak merealisasikan atau menjual reksa dana tersebut.

Berinvestasi pada aset keuangan yang berisiko tinggi, ada baiknya investor menempatkan uangnya dalam jangka yang relatif panjang. Disamping return yang dihasilkan akan jauh lebih besar, potensi kerugian investasi dalam jangka pendek pun dapat diminimalisir. Namun dalam hal ini, investor juga perlu menyesuaikan pemilihan produk keuangan yang tepat dengan tujuan investasi dan profil risiko masing-masing. (hm)

Sourced from Bareksa.com
For more information, visit :